DPRDPeristiwa Daerah

DPRD Kutai Timur Minta Sistem Zonasi Pendidikan Dikaji Ulang

KUTAI TIMUR, Netizens.id – dr. Novel Tyty Paembonan, Anggota DPRD Kutai Timur, menilai sistem zonasi pendidikan perlu dikaji ulang dengan mempertimbangkan kondisi spesifik daerah. Hal ini disampaikannya dalam sesi wawancara dengan awak media belum lama ini saat dikonfirmasi di Kantor DPRD Kutim.

Menurutnya sistem zonasi yang sebelumnya telah diterapkan perlu dipertimbangkan ulang penerapannya dengan melihat hasil pelaksanaan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.

“Misalnya Sangatta Selatan, apakah itu masih bisa harus dengan sistem zonasi? Saya kira ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan kembali,” ungkap dr. Novel.

Novel mengaku lebih sepakat untuk membuat pendidikan lebih nyaman dengan peningkatan sarana dan prasarana yang memadai. Untuk jenjang SMP dan SD, dia menekankan perlunya modernisasi infrastruktur pendidikan dengan bangunan permanen, ruang ber-AC, dan lingkungan yang hijau serta bersih.

Hal ini menurutnya lebih menunjang peningkatan kualitas pendidikan secara signifikan terutama dalam pembelajaran indoor. Karena menurutnya dengan suasana lingkungan yang mendukung, proses belajar mengajar juga dapat lebih meningkat.

Terkait permasalahan rutin kesulitan siswa masuk SMA, dr. Novel mengusulkan pembangunan ruang kelas baru melalui koordinasi dengan pemerintah provinsi. “Pemerintah daerah menyiapkan lahannya, pemerintah provinsi bangun sekolahnya,” jelasnya.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Yulianus Palangiran, Anggota DPRD Kutim yang menyoroti permasalahan sistem zonasi dalam penerimaan siswa SMA yang dinilai menyulitkan masyarakat. “Jangan sampai pakai-pakai zonasi-zonasi itu dalam hal penerimaan. Jangan juga cuci tangan pemerintah Kabupaten Kutai Timur bahwa SMA itu tanggung jawab provinsi,” tegas Yulianus.

Yulianus mengkritik keras implementasi sistem zonasi yang menurutnya justru merugikan masyarakat lokal. Ia mencontohkan kasus dimana siswa lokal tidak diterima di SMA terdekat namun harus bersekolah di SMA Sangatta Selatan, sementara siswa dari Bontang justru diterima.

“Masa sih orang-orang di tempat ini ada SMA di sini kok tidak bisa diterima sementara dikirim ke SMA Sangatta Selatan. Di mana buktinya bahwa pemerintah pro sama masyarakat, tidak ada. Menyengsarakan malah,” kritik Yulianus.

Ketika ditanya mengenai indikasi praktik titipan dalam penerimaan siswa, Yulianus memberikan jawaban tegas. “Banyak, jangan bilang indikasi. Boleh, mau aku tunjukkan satu-satu. Saya orangnya keras,” tegasnya.

Yulianus mengaku kesal karena setiap tahun pendaftaran, banyak masyarakat yang datang meminta bantuan, namun permasalahan struktural tidak pernah diselesaikan. “Yang menyakitkan saya dari dulu kan masalah sekolah. Begitu pendaftaran orang ramai datang di rumah tolong bantu, sementara dari dulu saya teriak sampai sekarang tidak terealisasi,” keluhnya.(Q)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button