Korban Bom Gereja Oikumene Tak Pernah Dapatkan Bea Siswa
SAMARINDA — Hingga hari ini, penyintas atau korban bom Gereja Oikumene, Kecamatan Sengkotek, Samarinda tahun 2016 silam ternyata belum mendapatkan bea siswa dari Pemprov Kaltim seperti yang pernah dijanjikan.
Hal itu terungkap saat pertemuan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi DR Boy Rafli Amar, Sabtu petang di Hotel Mercure Samarinda, (18/9/2021).
Dalam acara Pelibatan Masyarakat “Kolaborasi Penyintas” dalam pencegahan terorisme melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kaltim, selain menghadirkan keluarga dan penyintas Gereja Oikumene, juga ada satu keluarga kasus penyerangan Pos Brimob di Desa Loki Ambon pada tahun 2005 silam. Saat itu terdapat 6 orang anggota Brimob Polda Kaltim yang gugur dalam tugas tersebut.
Boy Rafli Amar yang didampingi oleh Sekretaris Utama BNPT Mayjen. TNI. Untung Budiharto (Sestama) dan Deputi Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi, Mayjen. TNI. Hendri Paruhuman Lubis, turut memberikan semangat kepada para keluarga penyintas terorisme ini, baik yang kehilangan anggota keluarga maupun anggota keluarga yang saat ini menjadi penyintas atas peristiwa tersebut.
Novita Sinaga, perwakilan keluarga penyintas bom Oikumene menyampaikan kepada Boy, jika hingga hari ini, anak-anak mereka tidak pernah menerima bea siswa, seperti yang pernah dijanjikan. Sehingga, untuk biaya pendidikan hanya dibiayai dari pendapatan keluarga masing-masing.
“Kami akan memperjuangkan karena ada beberapa Kementerian dan lembaga yang menyediakan bea siswa. Ini adalah bea siswa khusus yang merupakan korban dari kejahatan terorisme. Kami akan semaksimal mungkin memenuhi keinginan para orang tua penyintas,” janji Boy.
Menurutnya, selama ada BNPT itulah beberapa tugas yang diantaranya memberikan bantuan, seperti bea siswa untuk pendidikan anak-anak penyintas ini.
Disela-sela perbincangan Boy Rafli Amar dengan ibunda Novita Sinaga, Jenderal polisi ini memanggil ketiga bocah tersebut dan mengajaknya untuk berbincang sesaat. Ketiga bocah yang hadir tersebut yaitu Alvaro Sinaga (9 th), Trinity Hutahaean (8 th) dan Anita Kristobel (7 th).
Boy Rafli Amar berjanji akan memperjuangkan apa yang belum pernah didapatkan oleh para penyintas ini. Menurutnya, dengan pertemuan seperti ini dirinya baru mengetahui kondisi terkini para korban.
Novita Sagala yang mewakili keluarga para penyintas bom Gereja Oikumene tahun 2016 silam menceritakan, jika anaknya luka berat di tengkorak kepala belakang dan tangan kanan, telah menjalani beberapa kali operasi penyembuhan.
“Saat ini, anak saya seharusnya menjalani operasi kembali di Kuala Lumpur. Namun belum ada biaya dan masih pandemi,” ujar Novita terisak.
Ia mengkhawatirkan masa depan anaknya kelak karena hingga saat ini janji Pemprov Kaltim untuk memberikan bantuan bea siswa bagi anak-anak ini, belum terealisasi. Ironisnya, ia mendengar banyak berita jika banyak anak pelaku terorisme, kerap mendapat perhatian dari pemerintah, dengan dalih rehabilitasi.
“Kami sangat berterima kasih kepada pemerintah yang telah banyak membantu saat operasi dan penyembuhan anak-anak kami. Namun, banyak juga janji yang tidak pernah kami terima. Seperti janji membiayai pendidikan mereka. Sedangkan warga di sekitar kami mengira biaya pendidikan anak-anak ditanggung oleh negara,” ujarnya sedih.
Diakhir acara, keluarga penyintas bom Gereja Oikumene maupun keluarga penyerangan teroris di Desa Loki, Ambon mendapatkan sejumlah bantuan tali asih dan kebutuhan sembako untuk keperluan sehari-hari dari BNPT RI. (YUL/*)