DPPKB Kutai Timur Berhasil Turunkan Keluarga Berisiko Stunting dari 19.900 Jadi 11.000

KUTAI TIMUR, Netizens.id – Angka keluarga berisiko stunting di Kabupaten Kutai Timur berhasil diturunkan oleh Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) dari 19.900 keluarga menjadi 11.000 keluarga dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
Kepala DPPKB Kutai Timur Ahmad Junaidi mengatakan pencapaian tersebut diperoleh melalui verifikasi dan validasi data dengan turun langsung ke lapangan. Upaya ini tidak lepas dari kerja sama dengan para kepala desa dan camat di seluruh wilayah Kutai Timur.
“Pertama saya masuk kemarin di sini angka keluarga berstatus berisiko stunting itu 19.900 sekian. Hari ini kita berada di posisi 11.000 sudah,” kata Ahmad Junaidi saat ditemui di kantornya, Kamis (25/9/2025).
Ahmad Junaidi menekankan pentingnya penggunaan dana desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) serta dana Bantuan Keuangan Khusus (Bankeudes) untuk penanganan stunting. Menurutnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2025 telah dijelaskan bahwa anggaran tersebut dapat digunakan untuk mengatasi faktor penyebab keluarga berisiko stunting.
“Jangan sampai RT menyusun anggaran Rp250 juta itu larinya ke mana-mana tapi tidak menyentuh masyarakat yang membutuhkan di lingkungannya,” tegasnya.
Meski berhasil menekan angka stunting, DPPKB Kutai Timur menghadapi tantangan utama berupa kekurangan Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Dengan cakupan wilayah 18 kecamatan dan 140 desa, DPPKB hanya memiliki 40 PLKB berstatus ASN dan 3 staf P3K.
Dia menjelaskan bahwa kewenangan pengangkatan PLKB bukan berada di pemerintah daerah, melainkan di pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR dan BKKBN. Meskipun Bupati Kutai Timur telah menyetujui pengangkatan PLKB secara outsourcing, namun masih terkendala kebutuhan anggaran.
“Kalau kita melihat dari desa saja, satu desa seharusnya kita letakkan satu PLKB di sana untuk mendampingi sebagai kepanjangan tangan kita,” ungkap Ahmad Junaidi.
Kebijakan efisiensi anggaran juga menjadi tantangan tersendiri bagi DPPKB. Ahmad Junaidi menyebutkan bahwa efisiensi yang membatasi perjalanan dinas dan pelatihan berdampak pada pelaksanaan tupoksi DPPKB.
Untuk mengatasi hal tersebut, DPPKB mengubah strategi dengan menerapkan sistem “jemput bola”, yaitu mendatangi kecamatan atau per zona dibandingkan mengundang peserta ke kabupaten. Cara ini dinilai lebih efisien dari segi biaya karena tidak memerlukan biaya hotel dan perjalanan dinas peserta.
Ahmad Junaidi menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan anggaran yang mencukupi dalam forum TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) agar tupoksi DPPKB dapat berjalan optimal di 18 kecamatan wilayah Kutai Timur.
“Kalau DPPKB berhenti melaksanakan bimbingan teknis, sosialisasi, dan pelatihan, berarti tupoksi kami hampir tidak jalan. Karena kami di bidang mitigasi dan pencegahan,” jelasnya.(Q)