191 Sekolah di Kutai Timur Kehilangan Akses Internet Starlink, Kerugian Capai Rp 29,5 Miliar

KUTAI TIMUR, Netizens.id – Program layanan internet berbasis teknologi Starlink untuk sekolah-sekolah di Kabupaten Kutai Timur mengalami penghentian operasional hingga September 2025. Kondisi ini terjadi karena masih menunggu realisasi anggaran APBD Perubahan yang akan mengalokasikan dana untuk keberlangsungan program tersebut.
Ketua DPRD Kutai Timur Jimmi menyampaikan bahwa program internet sekolah yang dibiayai dari anggaran daerah menggunakan teknologi Starlink seharusnya dapat berlanjut tanpa hambatan. “Program ini seharusnya berlanjut. Kemungkinan masih menunggu pencairan dana APBD Perubahan. Semoga dengan adanya anggaran tersebut, sistem sudah dapat beroperasi kembali dan mampu mengoptimalkan kinerja sekolah,” ujar Jimmi dalam wawancara yang dilakukan usai rapat Badan Musyawarah di Kantor DPRD Kutim, belum lama ini.
DPRD Kutim telah memberikan perhatian khusus terhadap program internet sekolah ini mengingat dampaknya yang luas. Sebanyak 191 sekolah mengalami putusnya akses internet, yang berpotensi menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 29,5 miliar dari investasi yang telah direalisasikan pada tahun sebelumnya.
Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera ini menilai bahwa dalam kondisi ideal, konektivitas internet sekolah harus tetap terjaga. Namun, fokus prioritas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) saat ini lebih diarahkan pada program internet desa ketimbang internet sekolah.
Untuk mencari solusi alternatif, Jimmi mengungkapkan adanya wacana pemanfaatan dana desa guna membiayai kebutuhan internet, termasuk kemungkinan pengadaan layanan Starlink. “Salah satu alternatifnya mungkin melalui jalur itu. Dalam diskusi sebelumnya, kami sepakat bahwa wacana pemanfaatan dana desa untuk keperluan tersebut perlu dipertimbangkan,” paparnya.
Berkaitan dengan kebijakan Kabupaten Layak Anak (KLA), Jimmi menekankan urgensi penyusunan regulasi sebagai landasan sebelum mengimplementasikan program. “Hal yang fundamental adalah membuat aturan terlebih dahulu. Regulasi perlu dibuat agar dapat disosialisasikan kepada semua pihak sehingga tidak ada hambatan dalam implementasinya,” terangnya.
Meskipun mengakui kondisi saat ini belum mencapai kondisi ideal, Jimmi tetap memiliki optimisme bahwa permasalahan internet sekolah masih dapat diperjuangkan melalui pembahasan APBD Perubahan. Ia menegaskan bahwa 191 sekolah yang terkena dampak merupakan angka yang cukup signifikan, apalagi mengingat sebagian besar berada di kawasan blank spot atau daerah yang tidak memiliki akses sinyal.
“Masih terbuka peluang untuk memperjuangkan internet sekolah ini. Mari kita tunggu dalam pembahasan APBD Perubahan, mudah-mudahan dapat dimasukkan dalam agenda tersebut,” pungkasnya. (Q)







