Wabup Banyuwangi Ikut Tundikan Ritual Adat Seblang Olehsari
BANYUWANGI – Prosesi Ritual Adat Seblang di Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi memasuki hari kelima sejak dimulai Jum’at lalu. Ratusan orang hadir setiap harinya menyaksikan ritual penolak bala bagi masyarakat adat Osing itu.
Salah satu pengunjung yang hadir adalah Wakil Bupati Banyuwangi Sugirah pada Selasa sore (10/5) kemarin. Tak sekadar menyaksikan, orang nomor dua di Pemkab Banyuwangi itu juga turut ikut ritual tundikan. Ia naik ke atas panggung seusai mendapat sampur (selendang) merah sang penari. Ia menari bersama penari Seblang yang sedang trance itu.
“Ritual Adat Seblang merupakan bagian kekayaan budaya yang ada di Banyuwangi. Oleh karena itu Pemkab berterimakasih kepada tokoh adat dan tetua yang selama ini tetap melestarikan budaya Seblang dan semoga ritual ini tetap abadi sebagai khasanah kebudayaan yang bisa dinikmati selamanya,” tutur Sugirah.
Pada kesempatan tersebut, Sugirah juga menyampaikan pentingnya rasa syukur melalui makna Payung Agung yang beririsan kuat dengan ritual Adat Seblang.
“Saya sempat bertanya kepada ketua adat, mengapa payung ini tidak diganti yang permanen saja, bukan kain putih. Namun ternyata kain tersebut adalah kain kafan sebagai simbol kesucian dan sebagai sarana berkomunikasi langsung kepada Allah yang nantinya kita akan kembali kepadanya,” terangnya.
Ritual Seblang di Desa Olehsari ini digelar tiap pekan pertama bulan Syawal dalam kalender Hijriyah. Tradisi ini diawali seorang pawang dengan membawa gadis sang penari Seblang menuju arena. Kemudian, gadis yang dipilih sebagai penari seblang dipasangkan omprok Seblang yang serupa mahkota rumbai-rumbai.
Selanjutnya para pawang membacakan mantra yang diringi gending Seblang Lukinto. Sebuah lagu yang dipercaya sebagai sarana untuk memanggil roh leluhur Sang Hyang masuk ke dalam tubuh si penari.
Sang penari bukanlah orang sembarangan. Ia harus seorang gadis perawan yang memiliki hubungan darah dengan para penari Seblang sebelumnya. Sang penari itu bernama Susi Susanti (21). Ia sudah ketiga kalinya didapuk sebagai penari Seblang Olehsari.
Prosesi terus berlanjut hinga pada saat ritual Tundik, dimana seblang melempar sampur (selendang) ke penonton, pertanda harus ikut menari bersamanya. Setelah itu, dilanjutkan dengan prosesi ider bumi.
Pada prosesi terakhir ini penari bersama para pawang, sinden, dan seluruh perangkat keliling desa menuju empat penjuru yang dianggap sebagai tempat bermula desa Olehsari berdiri hingga ke makam Mbah Buyut Ketut. Kemudian dibacakan ritual doa-doa kepada leluhur dan kembali ke arena untuk menuntaskan prosesi kembalinya roh Sang Hyang hingga menjelang Magrib.