Terkait Isu Limbah Tambang di Wilayah PT KIN, Ini Penjelasan PT KPC
KUTAI TIMUR – PT. Kaltim Prima Coal (KPC) menegaskan bahwa kejadian limpasan air yang mengandung lumpur pada bulan Maret 2022 lalu, terjadi akibat tingginya curah hujan sehingga mengakibatkan air limbah meluap dari saluran penghantar yang menuju Setling Pond Rangkok dan masuk melalui saluran air alami ke perkebunan milik PT KIN.
Dalam hal ini, tidak ada unsur kesengajaan maupun kelalaian dari management perusahaan namun semata-mata akibat curah hujan yang sangat tinggi sehingga volume air limbah tidak tertampung di saluran pengantar air menuju kolam Rangkok.
Hal tersebut diutarakan oleh Manager External Relations PT. KPC, Yordhen Ampung, melalui press release terkait penanganan isu limbah tambang di wilayah PT. KIN kepada media ini, Senin (23/05/2022).
“Saat kejadian, pintu air PT KIN ditutup sehingga aliran lumpur tidak ada yang keluar menuju ke Sungai Bengalon. Lumpur tertahan di saluran dan kebun sawit PT KIN. Hal ini telah dikomunikasikan oleh KPC dengan PT KIN dan DLH Kutim. Dari hasil investigasi tim DLH Kutim, perusahaan juga menerima arahan berupa rekomendasi perbaikan yang perlu dilakukan oleh KPC dalam upaya penanggulangan,” terangnya.
Lebih lanjut, terkait arahan dan rekomendasi dari DLH tersebut, menurut Yordhen, management perusahaan telah melakukan penanganan seperti yang disebutkan diantaranya adalah dengan melakukan penutupan semua saluran air limbah dari kegiatan SP. Upper Rangkok dan SP Rangkok yang mengalir ke lokasi Perkebunan PT KIN, serta melakukan penguatan dinding saluran penghantar kolam Rangkok dan melakukan normalisasi saluran untuk memastikan tidak ada resiko terjadinya overtopping keluar langsung ke badan lingkungan sejak tanggal 28-29 Maret 2022.
Tak cukup sampai disitu, menurutnya perusahaan juga telah menutup saluran air terdampak dan memblokir sebaran air limbah di wilayah PT. KIN. Melaksanakan pengerukan dan pembersihan lumpur pada lokasi terdampak, serta melakukan pemantauan kualitas air drainase PT KIN setelah dilakukan pengelolaan.
“KPC secara continue melakukan treatment chemical 24 jam untuk mempercepat pengendapan sedimen di sepanjang saluran utama. Selain itu kami juga melakukan monitoring dengan interval 1 jam pada titik hulu (sebelum titik treatment) dan hilir (setelah titik treatment) sebelum pintu air PT KIN untuk memastikan kualitas air drainase,” imbuhnya.
Sebelumnya, DLH Kutim menemukan adanya pencemaran lingkungan dari kegiatan pertambangan milik PT. Kaltim Prima Coal (KPC). Namun Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mengaku jika limpasan air limbah yang mengalir ke lokasi Perkebunan PT. Kemilau Indah Nusantara (KIN) tidak mengalir langsung ke Sungai Bengalon.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) DLH Kutim, Dewi, saat berlangsungnya ekspos dugaan pencemaran, Kamis (19/5/2022) lalu.
Menurut Dewi ada 4 data yang bisa digunakan untuk memastikan bahwa limpasan air limbah yang mengalir ke lokasi Perkebunan PT. Kemilau Indah Nusantara tidak mengalir langsung ke Sungai Bengalon.
“Pertama data PT KIN terkait pengelolaan water get atau pintu-pintu air, yang memang di SOP (Standard Operating Procedure) jelas diatur bahwa ketika air pasang maka water get itu pasti akan di tutup untuk menghindari air di luar masuk,” jelasnya.
Kemudian, lanjutnya, berdasarkan hasil pengamatan pihaknya baik secara langsung maupun menggunakan drone terlihat bahwa seluruh drainase PT. Kemilau Indah Nusantara tidak ada pergerakan air yang menuju kesatu titik tertentu.
“Artinya kita lihat bahwa air itu tenang maka bisa kita pastikan bahwa air di hilirnya itu debitnya pasti lebih tinggi dari pada di dalam. Hal itu juga bisa di buktikan pada saat kita ingin melakukan indentifikasi ke Sungai Bengalon, kita juga terhalang oleh banjir, artinya debit air di sungai juga memang tinggi,” terangnya.
Selain itu, pihaknya juga memastikan melalui jembatan, karena titik outlet pembuangan PT KPC yang terhubung dengan sungai Bengalon bisa di akses dari jembatan.
“Karena memang itu wilayah pemantauannya kami, maka kami tau bahwa itu bisa di akses, bisa kelihatan,” imbuhnya.
Tak hanya itu, menurut Dewi pihaknya juga tidak menemukan adanya perubahan warna air secara signifikan yang masuk ke sungai Bengalon.
“Maka kami menarik kesimpulan bahwa kondisi air yang ada di dalam tidak terpengaruh diluar dan di buktikan lagi dengan luasan sebaran yang ada di dalam. Kenapa luasan di dalam itu mencapai 130,3 hektar karena tidak keluar. Jika ia keluar ia tidak akan melebar di dalam,” terangnya.